Rabu, Mei 20, 2009

Peran dan Fungsi Perpustakaan

Perpustakaan bertujuan memberi bantuan bahan pustaka yang diperlukan oleh para pemakai. Tujuan perpustakaan sekolah adalah sebagai berikut:
(1) agar timbul kecintaan terhadap membaca, memupuk kesadaran membaca dan menanamkan kebiasaan membaca,
(2) membimbing dan mempercepat penguasaan teknik membaca,
(3) memperluas dan memperdalam pengalaman belajar,
(4) membantu perkembangan percapakan bahasa dan daya pikir murid,
(5) dapat menggunakan dan memelihara bahan pustaka secara baik,
(6) memberikan dasar-dasar kemampuan penelusuran informasi, dan
(7) memberikan dasar-dasar kemampuan ke arah studi sendiri.

Selain itu, tujuan perpustakaan sekolah juga untuk menunjang proses kegiatan belajar mengajar di sekolah yang bersangkutan. perpustakaan sekolah memiliki peran penting dalam memacu tercapainya tujuan pendidikan di sekolah. Dengan demikian perpustakaan sekolah merupakan suatu unit kerja dari sebuah lembaga persekolahan yang berupa tempat menyimpan koleksi bahan pustaka penunjang proses pendidikan yang diatur secara sistematis. tujuannya adalah untuk digunakan secara berkesinambungan sebagai sumber informasi untuk mengembangkan dan memperdalam pengetahuan baik oleh guru, siswa maupun warga sekolah.Keberadaan perpustakaan sekolah juga memiliki manfaat. Secara rinci manfaat perpustakaan sekolah, baik yang diselenggarakan di tingkat sekolah dasar, menengah, maupun perguruan tinggi sebagaimana dikemukakan oleh Bafadal, adalah sebagai berikut.
1. Perpustakaan sekolah dapat menimbulkan kecintaan murid-murid terhadap membaca.
2. Perpustakaan sekolah dapat memperkaya pengalaman belajar murid-murid.
3. Perpustakaan sekolah dapat menanamkan kebiasaan membaca.
4. Perpustakaan sekolah dapat mempercepat penguasaan teknik membaca.
5. Perpustakaan sekolah dapat melatih murid-murid ke arah tanggung jawab.
6. Perpustakaan sekolah dapat memperlancar murid-murid dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
7. Perpustakan sekolah dapat membantu guru-guru menemukan sumber-sumber pengajaran.
8. Perpustakaan sekolah dapat membantu murid-murid, guru-guru, dan anggota staf sekolah dalam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Jika dikaitkan dengan segi pelayanan, perpustakaan tidak hanya terbatas di ruangan atau gedung saja, tetapi juga pelayanan sampai pada tingkat kelas. Secara umum tujuan perpustakaan sebagai fungsi pelayanan adalah sebagai berikut:
1. Memupuk kegemaran dan kebiasaan membaca.
2. Membantu mengembangkan ketrampilan berbahasa baik bahasa sendri maupun bahasa lainnya.
3. Membantu anak didik mengembangkan minat, bakat, serta kegemaran
4. Membantu anak didik agar dapat menggunaan dan memanfaatkan bahan-bahan pustaka secara baik.
5. Membimbing anak didik untuk belajar bagaimana menggunakan dan memanfaatkan perpustakaan secara efektif dan efisien terutama dalam menelusuri bahan pustaka yang diinginkan.Sedangkan menurut Andoyo, tujuan perpustakaan sekolah adalah membantu meningkatkan pengetahuan, ketrampilan serta nilai dan sikap hidup siswa dan guru dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Sumpeno, menyatakan bahwa fungsi perpustakaan adalah sebagai berikut:
(1) fungsi informasi,
(2) fungsi pendidikan,
(3) fungsi administrasi,
(4) fungsi rekreatif,
(5) fungsi sosial, dan
(6) fungsi riset.
Perpustakaan sekolah menyediakan berbagai informasi yang meliputi bahan tercetak, terekam maupun koleksi lainnya agar siswa dapat:
1. Mengambil berbagai ide dari buku yang ditulis oleh para ahli dari berbagai bidang ilmu.
2. Menumbuhkan rasa percaya diri dalam menyerap informasi dalam berbagai bidang serta mempunyai kesempatan untuk dapat memilih informasi yang layak yang sesuai dengan kebutuhannya.
3. Memperoleh kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi yang tersedia di peprustakaan dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan.
4. Memperoleh informasi yang tersedia di perpustakaan untuk memmecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Pendapat serupa juga dikemukan oleh Darmono, bahwa perpustakaan sekolah sangat diperlukan keberadaannya dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Perpustakaan merupakan sumber belajar.
2. Merupakan salah satu komponen sistem instruksional.
3. Sumber untuk penunjang peningkatan kualitas dan pembelajaran
4. Sebagai laboratorium belajar yang memungkinkan peserta didik dapat mempertajam dan memperluas kemampuan untuk membaca, menulis, berpikir dan berkomunikasi.
Dalam kaitannya dengan sumber belajar, maka perpustakaan merupakan salah satu dari beberapa sumber belajar yang ada di lingkungan sekolah. Secara organisatoris persekolahan, perpustakaan cenderung berada di bawah koordinasi pusat suber belajar (PSB) yang dikoordinatori oleh koordinator PSB. Namun demikian, ada juga perpustakaan sekolah yang secara langsung berada di bawah kepala sekolah sebagai badan otonom dan bertanggungjawab langsung kepada kepala sekolah.Model yang kedua di atas, umumnya dikembangkan oleh sekolah yang mengerti dan sadar betul akan pentingnya peran dan fungsi perpustakaan. Mengingat, dengan berada dibawah komando langsung pemegang kebijakan di tingkat satuan pendidikan sehingga secara operasional manajemen lebih baik, penambahan koleksi, dan pengembangan perpustakaan jauh lebih terarah daripada berada di bawah koordinasi Pusat Sumber Belajar (PSB). Namun demikian, kedua model di atas tidak terjadi perbedaan yang menyolok, baik dari segi aktifitas maupun pengembangannya, dengan catatan bahwa perpustakaan harus dikelola secara proporsional dan sistem manajerial yang handal.
>>baca selengkapnya....

Profesionalisme Pustakawan

I.PENDAHULUAN
Dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat membawa dunia memasuki gelombang peradaban baru yang disebut sebagai era informasi. Era baru ini ditandai dengan ledakan informasi (information explosion) serta mendorong lahir dan berkembangnya teknologi informasi (information technology). Informasi baru muncul dalam hitungan tiap detik, mampu menembus batas-batas geografis dengan kecepatan yang luar biasa karena dikemas dan dikelola sedemikian canggihnya. Akibatnya, manusia tidak lagi memiliki kesulitan untuk mengakses bermacam-macam informasi baru. Perubahan era ini memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap institusi perpustakaan. Tingginya kebutuhan masyarakat akan informasi, ketersediaan informasi yang sangat beraneka ragam, gelombang informasi baru yang sangat cepat, serta teknologi informasi yang semakin canggih, mendorong perpustakaan untuk mampu menerapkan teknologi dan manajemen informasi yang handal. Pada era informasi sekarang ini tentunya masyarakat tidak lagi mau mendapatkan pelayanan perpustakaan yang lambat, tidak aktual, berbasis manual, tidak sesuai dengan kebutuhan serta berbagai keterbatasan lainnya. Jika suatu perpustakaan tidak dapat memenuhi tuntutan masyarakat tersebut, bukan tidak mungkin perpustakaan akan segera ditinggalkan oleh masyarakatnya. Selama ini setiap kali pembahasan mengenai peningkatan kualiatas perpustakaan selalu saja yang menjadi kambing hitam adalah masalah minimnya alokasi anggaran yang mengalir ke perpustakaan. Kita masih saja beranggapan bahwa faktor dana merupakan penentu utama terwujudnya perpustakaan yang berkualitas. Sementara faktor human capital seringkali ditempatkan pada posisi ke sekian kali. Padahal sesungguhnya jika dikaji secara lebih mendalam faktor human capital inilah yang harus lebih diperhatikan, karena human capital secara langsung maupun tidak langsung dapat memperngaruhi efektivitas dan efisiensi sumber daya lain yang dimiliki perpustakaan. Sebesar apapun dana yang dialirkan ke perpustakaan tidak akan menghasilkan manfaat apa-apa jika human capital yang ada di perpustakaan tersebut tidak mampu mengelolanya dengan baik. Dengan demikian peningkatan human capital, salah satunya adalah pustakawan, harus merupakan prioritas utama di dalam peningkatan kualitas perpustakaan. Perpustakaan akan maju jika pustakawan-pustakawan yang bekerja adalah pustakawan yang memiliki tingkat profesionalisme yang tinggi. Disamping alasan tersebut di atas, pentingnya profesionalisme bagi pustakawan juga harus dipandang dari perlunya upaya pustakawan untuk mempertahankan eksistensi di tengah-tengah kompetisi profesi. Para pustakawan harus menyadari adanya ancaman deprofesionalisasi, seperti pandangan Wilensky yang menyatakan : ”that all occupations are placed on a continuum of professionalization. Some progressing, others remaining statistic and yet anothers moving backward. This seems an eminently commonsensial and observable model carrying within it the central concept of movement along the spectrum, whilst responding or failing to respon to societal and occupational changes”. ( Mike Freeman dalam Subhas C. Biswas, 1995 : 451) [bahwa semua jenis pekerjaan ditempatkan pada kontinum profesionalisasi. Beberapa dari pekerjaan-pekerjaan tersebut berkembang, yang lainnya statis dan yang lain lagi bergerak mundur ke belakang. Ini merupakan model yang nyata-nyata masuk akal dan dapat diobservasi yang di dalamnya membawa konsep pergerakan sepanjang spektrum, apakah mampu atau gagal merespon perubahan sosial maupun perubahan di dalam pekerjaan tersebut.]Pernyataan Wilensky tersebut memberikan gambaran yang jelas bahwa suatu profesi dapat mengalami kemunduran atau lenyap, karena kegagalan orang-orang yang menjalankan profesi tersebut untuk merespon perubahan-perubahan sosial di masyarakat, serta perubahan-perubahan pekerjaan sebagai akibat perubahan sosial tersebut. Saat ini pustakawan di Indonesia nyata-nyata berhadapan dengan perubahan sosial di masyarakat yang berpengaruh terhadap pekerjaan pustakawan sehari-hari. Contoh sederhana dapat dilihat pada kegiatan sirkulasi pelayanan perpustakaan. Jika pada masa lalu sirkulasi dapat dikerjakan pustakawan dengan pencatatan secara manual, namun pada masa sekarang pustakawan dituntut menjalankan sirkulasi dengan komputer, sehingga pekerjaan pustakawan harus berubah dari sekedar mencatat menjadi pemprograman, entry data, dan sebagainya. Contoh tersebut hanya merupakan perubahan kecil yang terjadi pada tugas sehari-hari. Hal ini belum lagi jika pustakawan berhadapan dengan trend baru di dalam dunia kepustakawanan modern, yaitu dengan munculnya digital library (baca: perpustakaan digital) atau konsep library without wall (baca: perpustakaan tanpa gedung). Akan sulit dibayangkan apa yang dapat dilakukan oleh para pustakawan jika mereka masih berorientasi pada manajemen perpustakaan paradigma lama yang berbasis manual. Akankah masih ada tempat bagi pustakawan untuk menjalankan kiprahnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat informasi di masa mendatang? Masihkah akan ada profesi pustakawan jika di masa depan perpustakaan tidak lagi berisi koleksi buku-buku atau bahan pustaka tercetak lainnya? Jika pustakawan berharap masih dapat tetap eksis di masa-masa mendatang maka sedini mungkin pustakawan harus mengambil langkah untuk menghadapi tantangan dan ancaman terhadap eksistensi mereka di dalam pengelolaan informasi.
II.PROFESIONALISME PUSTAKAWAN
Ada beberapa ahli yang memberikan penjelasan terhadap terminologi profesionalisme. Dictionary of the Social Science mendefinisikan profesionaisme sebagai the method, manner of a profession. Sementara Siagian mendefinisikan profesionalisme sebagai kehandalan dalam melaksanakan tugas sehingga terlaksana dengan mutu tinggi, waktu yang tepat, cermat dan dengan prosedur yang tertentu (2000:163). Ahli yang lain, Tjokrowinoto, mendefinisikan profesionalisme sebagai kemampuan untuk merencanakan, mengkoordinasikan, dan melaksanakan fungsinya secara efisien, motivatif, lentur dan mempunyai etos kerja yang tinggi (1996 : 191). Sedangkan, Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan profesionalisme sebagai mutu, kualitas dan tindak-tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional.Dari definisi-definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa profesionalisme melekat erat dengan orang-orang yang menjalankan profesi sehingga mereka mampu bekerja dengan baik sesuai standard an prosedur yang berlaku pada profesi tersebut. Berkaitan dengan profesi pustakawan, ada beberapa ahli yang memberikan gambaran bagaimana sosok seorang pustakawan yang profesional. Robert dan Konn berpendapat bahwa pustakawan dapat dikatakan profesional apabila memiliki 3 (tiga) aspek keahlian, yaitu :
1.Keahlian Manajerial, yaitu keahlian yang berkaitan dengan aplikasi manajemen dalam konteks perpustakaan. Pada aspek manajerial ini pustakawan dituntut untuk mampu mengaplikasikan prinsip-prinsip manajemen di perpustakaan. Misalnya pustakawan harus mampu merumuskan sistem manajemen yang baik bagi perpustakaan, dimulai dari sistem administrasi, sistem sirkulasi pelayanan, promosi untuk kegiatan pemasaran perpustakaan, dan sebagainya.
2.Keahlian Teknis, yaitu keahlian yang berkaitan dengan kemampuan pustakawan untuk menerapkan aturan dan standar yang berlaku pada profesi pustakawan yang didasarkan pada body of knowledge, yaitu ilmu perpustakaan. Misalnya, pada ilmu perpustakaan dikenal adanya teknik klasifikasi dan katalogisasi bahan pustaka maka para pustakawan dituntut untuk mampu menerapkan aturan-aturan yang berlaku pada teknik klasifikasi bahan pustaka tersebut di perpustakaan.
3.Keahlian Kontekstual, yaitu keahlian yang berkaitan dengan kemampuan pustakawan untuk melakukan penyesuaian dengan atmosfir lingkungannya. Ini berarti bahwa pustakawan harus mampu merespon perubahan-perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.
Sementara itu, Corral dan Brewerton memberikan ukuran lain tentang profesionalisme pustakawan di abad 21 (1999: 272). Keduanya berpendapat bahwa indikator yang dapat dipergunakan untuk melihat profesionalisme seorang pustakawan adalah keahliannya untuk menjalankan berbagai peran di dalam organisasi diantaranya sebagai:
1.Business professional – yaitu bahwa pustakawan harus benar-benar mengetahui core organisasinya dan sektor dimana dia menjalankan tugas. Ini berarti seorang pustakawan harus benar-benar mengetahui tujuan pokok, fungsi, visi dan misi organisasi dimana dia bekerja serta benar-benar mengetahui di sektor pelayanan publik mana dia harus berkiprah.
2.Technology manager – bahwa pustakawan harus familiar dengan teknologi informasi dan mampu menjadi confident users dari perangkat-perangkat yang yang dipergunakan dalam teknologi informasi di perpustakaan.
3.Content organizer – pustakawan harus cakap dalam menyeleksi, mengklasifikasi, menstruktur, dan mensintesa data, informasi dan pengetahuan. Pustakawan harus mampu mengelola dan mendayagunakan bahan pustaka.
4.Communicator – pustakawan harus dapat berkomunikasi secara efektif dengan library’s users (baca: penggunan jasa perpustakaan), dapat menangkap dan mengartikulasi informasi, ide, maupun gagasan baik secara verbal maupun gramatikal.
5.Change agent – pustakawan harus mampu membuat kontribusi yang substansial dalam pengembangan organisasinya, mampu menjadi fasilitator, negosiator dan manajer.
6.Entrepreneur – pustakawan harus inovatif dalam meraih kesempatan dalam mempergunakan ilmu pengetahuan dan informasi untuk memberikan manfaat pada organisasinya.
III.STRATEGI PUSTAKAWAN UNTUK MEWUJUDKAN PROFESIONALISME PUSTAKAWAN
Untuk mencapai profesionalisme yang tinggi para pustakawan tidak dapat hanya berpangku tangan serta menunggu uluran tangan pemerintah atau pimpinan organisasi dimana mereka bekerja. Pustakawan harus segera bangkit untuk menunjukkan kiprahnya di masyarakat. Pustakawan harus mau membangun diri dan menjalankan profesi dengan sebaik-baiknya sehingga mereka mampu membawa profesi pustakawan berdiri sejajar dengan profesi-profesi yang lain, seperti dokter, pengacara, peneliti, dosen, dan sebagainya.Untuk mencapai tingkat profesionalisme yang tinggi para pustakawan perlua menetapkan langkah-langkah strategis yang baik dan dapat membawa pustakawan pada perubahan menuju perbaikan dan bermuara pada tercapainya profesionalisme pustakawan. Beberapa langkah strategis yang perlu segera dilakukan oleh pustakawan tersebut adalah :
1.Melakukan Perubahan Mindset (Mindset Changing) Langkah strategi ini merupakan langkah awal bagi pustakawan di dalam upaya membangun diri mereka, karena hanya dengan merubah mindset inilah pustakawan dapat melakukan perubahan secara terencana (planned change) sehingga perubahan tersebut dapat berjalan dengan terarah, teratur dan dapat menuju tujuan yang tepat sesuai yang diharapkan. Di dalam perubahan mindset ini pustakawan harus merubah cara pandang mereka terhadap perpustakaan dan tugas-tugas kepustakawanan. Jordan Scepansky (seorang pustakawan dari Amerika) menyatakan bahwa pustakawan harus segera memikirkan dan mendefinisikan kembali (rethinking and redefining) pengertian perpustakaan dan pustakawan dari definisi lama yang konvensional serta dapat menjebak mereka sehingga tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan jaman (2006). Selama ini banyak pustakawan yang memberikan pemahaman yang sangat sempit terhadap perpustakaan, dimana menurut mereka perpustakaan hanya merupakan tempat meminjamkan buku kepada masyarakat. Pemahaman sempit ini mengakibatkan pustakawan hanya terlena dengan tugas-tugas rutin seputar mengklasifikasi dan mengkatalog bahan pustaka, men-shelving dan menjaga bahan pustaka, tanpa menyadari bahwa masih banyak hal yang semestinya harus dilakukan pustakawan di tengah-tengah masyarakat yang berkembang secara dinamis ini. Disamping itu, pemahaman sempit itu juga menyebabkan rendahnya motivasi para pustakawan untuk meningkatkan ketrampilan dan keahlian mereka yang disebabkan ketiadaan tantangan di dalam bekerjaJika kondisi ini terus-menerus dibiarkan, pustakawan tidak akan beranjak dari citra mereka sebagai penjaga buku (book keeper) di tengah-tengah masyarakat informasi, akibatnya pustakawan akan terus-menerus diremehkan oleh masyarakat dan bahkan ditinggalkan oleh masyarakat. Jika sudah begitu, bukan tidak mungkin pada suatu ketika nanti profesi pustakawan akan lenyap dan fungsi perpustakaan telah diambil alih oleh lembaga-lembaga lain yang lebih mampu memenuhi kebutuhan informasi bagi masyarakat.Tentunya hal tersebut tidak boleh terjadi. Pustakawan harus mulai merubah paradigma mereka terhadap tugas pustakawan dari sekedar penjaga buku (book keeper) ke arah penyedia informasi (information provider). Pustakawan harus merubah cara pandang mareka terhadap fungsi perpustakaan dari sekedar tempat peminjaman buku ke arah penyedia dan pengelola informasi. Perubahan mindset ini akan menumbuhkan dan mendorong motivasi pustakawan untuk meningkatkan kemampuan mereka di dalam mengelola dan menyediakan informasi yang dibutuhkan masyarakat.
2.Membekali diri dengan Pengetahuan dan Kemampuan untuk Mengaplikasikan Teknologi Informasi. Tentunya akan terasa sangat ironis jika suatu lembaga yang memberikan pelayanan informasi di era informasi masih mengandalkan pekerjaan pada kegiatan catat-mencatat. Oleh sebab itu pada era yang canggih seperti sekarang ini para pustakawan mutlak harus mampu menerapkan teknologi informasi di perpustakaan. Untuk mewujudkan hal ini maka para pustakawan tidak boleh menjadi orang yang gagap teknologi. Pustakawan harus membekali diri mereka dengan teknologi informasi, khususnya internet. Selanjutnya, lembaga perpustakaan dimana pustakawan bekerja harus memberikan dukungan dengan mengirimkan para pustakawan untuk mengikuti diklat-diklat, workshop-workshop tentang teknologi informasi.
3.Membangun Kreativitas dan Inovasi. Langkah strategis ini menghendaki pustakawan untuk senantiasa menggali potensi dan kreativitas yang dimiliki serta tidak mudah puas dengan apa yang telah mereka kerjakan dan hasilkan. Pustakawan tidak boleh terjebak dengan tugas-tugas rutin yang konvensional, seperti mengkatalog, mengklasifikasi, men-shelving bahan pustaka, duduk menjaga pengunjung, tugas-tugas sirkulasi, dan sebagainya, tanpa mau melakukan terobosan-terobosan baru. Pada era yang sangat kompetitif ini pustakawan harus kreatif dan inovatif di dalam mengelola dan melayankan informasi kepada masyarakat. Berkaitan dengan kreativitas dan inovasi pustakawan, KEPMENPAN 132 Tahun 2002 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya memberikan peluang yang cukup besar bagi pustakawan di dalam menumbuhkan kreativitas dan inivasi mereka. Ini dibuktikan dengan tingginya angka kredit yang diberikan untuk kegiatan-kegiatan yang tercakup di dalam pengembangan profesi, jika dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan yang tercakup di dalam pengolahan dan pendayagunaan bahan pustaka dan informasi. Sayangnya, saat ini masih sedikit pustakawan yang memanfaatkan peluang tersebut.Di dalam menumbuhkan kreativitas dan inovasi, banyak kegiatan yang dapat dilakukan oleh seorang pustakawan, diantaranya :
•Membuat kajian terhadap karya-karya serta bidang kepustakawan
•Membuat tulisan-tulisan, baik berupa resensi buku, artikel, karya ilmiah
•Melakukan penelitian-penelitian, misalnya survey minat baca, kajian kebutuhan pengguna, dan sebagainya.
4.Melakukan Proses Pembelajaran (Learning Process). Langkah strategis ini menghendaki pustakawan untuk tidak berdiam diri dan mengalami stagnasi, melainkan selalu berkembang secara dinamis. Untuk itu pustakawan harus membekali diri mereka dengan ilmu pengetahun, ketrampilan dan keahlian baru. Dengan kata lain, mereka harus senantiasa melakukan proses pembelajaran dan tidak menutup diri dengan informasi-informasi baru.Proses pembelajaran dapat dilakukan pustakawan dengan beberapa kegiatan :
a.Aktivitas-aktivitas pengembangan diri seperti menghadiri seminar, mengikuti kursus dan pelatihan, membaca, menulis, mengedit literature bagi para profesional
b.Mengikuti pendidikan dan pelatihan di bidang kepustakawanan,
c.Mengikuti pendidikan formal, seperti kuliah untuk mencapai gelar S-1 bidang Perpustakaan atau master Ilmu Perpustakaan,
d.Aktif membaca buku-buku kepustakawanan, karya ilmiah hasil penelitian di bidang kepustakawanan, jurnal-jurnal, artikel-artikel di bidang kepustakawanan, dan sebagainya.
5.Membangun Kerjasama yang Baik Sesama Pustakawan. Profesionalisme pustakawan akan terwujud secara lebih cepat jika para pustakawan dapat menyatukan langkah, menyamakan persepsi, membangun visi yang sama sehingga mereka dapat menggalang kekuatan yang besar untuk sampai pada tujuan yang satu yaitu terwujudnya pustakawan Indonesia yang professional. Manfaat yang nyata dengan terbangunnya kerjasama sesama pustakawan ini diantaranya adalah : para pustakawan akan dapat melakukan tindakan-tindakan dan aktivitas- aktivitas yang bermanfaat sekaligus membuktikan kiprah mereka kepada masyarakat. Disamping itu para pustakawan dapat memperjuangkan diri dan kesejahteraan mereka, sehingga profesi pustakawan dapat disejajarkan dengan profesi-profesi lainnya.Dalam rangka membangun kerjasama atau cooperation diantara para pustakawan maka yang harus segera dilakukan oleh para pustakawan adalah :
a.Mengaktifkan forum-forum dialog dan diskusi bagi pustakawan, yang merupakan media untuk saling bertukar informasi dan pemikiran tentang perkembangan dunia kepustakawanan,
b.Menjadikan Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) tidak saja sebagai forum untuk menyelenggarakan seminar, diskusi, rapat kerja, namun juga sebagai forum untuk menggali potensi pustakawan, forum pembelajaran bagi pustakawan, sekaligus forum untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang nyata-nyata bermanfaat bagi pengembangan kepustakawanan di Indonesia.
IV.PENUTUP
Mengingat beratnya tantangan yang dihadapi pustakawan di dalam mengembangkan kepustakawan pada era informasi ini, profesionalisme merupakan satu keniscayaan yang segera harus diwujudkan para pustakawan sehingga mereka dapat memperbaiki citra diri serta memperjuangkan agar profesi ini dapat disejajarkan dengan profesi lain yang telah mapan. Berkaitan dengan hal tersebut, ada beberapa agenda penting yang menunggu harus segera dilakukan oleh para pustakawan.Di tengah-tengah perubahan masyarakat yang sangat dinamis ini hanya ada dua pilihan bagi pustakawan, mereka bekerja keras mewujudkan profesionalisme pustakawan sehingga mereka tetap survive di tengah-tengah perubahan. Atau mereka terus terlena, berdiam diri, jalan di tempat, dan pada akhirnya digilas oleh lajunya arus perubahan. Jalan mana yang akan dipilih ? Para pustakawan sendirilah penentunya !!!!
semoga bermanfaat,,,,,,,,,,....
>>baca selengkapnya....

Sekilas Tentang Perpustakaan


Perpustakaan adalah suatu wadah atau tempat di mana didalamnya terdapat bahan yang disusun menurut sistim tertentu untuk masyarakat membacanya guna meningkatkan mutu kehidupannya.Sistem pelayanan perpustakaan dapat dibedakan ke dalam dua cara yaitu system pelayanan terbuka dan sistem pelayanan tertutup. Pada sistem pelayanan terbuka pengguna dapat masuk ke ruang penyimpanan koleksi, sehingga dapat mencari da menemukan sendiri bahan pustaka yang ditempatkan di dalam rak. Sedangkan pada sistem pelayanan tertutup pengguna harus meminta bantuan pustakawan unutk mencari bahan pustaka yang diperlukan.

Pustakawan adalah anggota staf berkualifikasi profesional yang bertanggung jawab atas perencanaan dan pengelolaan sebuah perpustakaan, sedapat mungkin dibantu staf yang cukup,bekerja sama dengan semua anggota komunitas,dan berhubungan dengan perpustakaan umum lainya.Peran pustakawan bervariasi tergantung pada kondisi saat ini. Di dalam konteks khusus, ada ranah umum pengetahuan yang penting jika pustakawan mengembangkan dan mengoperasikan jasa perpustakaan yang efektif: yaitu mencakup sumber daya, manajemen perpustakaan dan informasi serta pengajaran. Di dalam lingkungan jaringan yang makin berkembang, pustakawan harus Kompeten dalam perencanaan dan pengajaran keterampilan menangani informasi yang berbeda-beda bagi konsumen dan penerbit. Dengan demikian, pustakawan harus melanjutkan pengembangan dan pelatihan profesionalnya.
>>baca selengkapnya....